March 11, 2012

Pola Asuh Patogenik


Hallo!
Berdasarkan postingan saya yang sebelumnya yang membahas tentang “Faktor-Faktor Penyebab Gangguan Jiwa” didalam aspek psikogenik (psikologis) terdapat POLA ASUH PATOGENIK. Apa yang dimaksud POLA ASUH PATOGENIK??? Berikut penjabarannya...
POLA ASUH PATOGENIK merupakan pola asuh dari orangtua yang dinilai tidak sesuai untuk perkembangan anak dan dapat menjadi hambatan bahkan gangguan psikologis pada anak dikemudian harinya. Dibawah ini adalah contoh POLA ASUH PATOGENIK:


1.     Melindungi anak secara berlebihan karena memanjakannya.
2.    Melindungi anak secara berlebihan karena sikap “berkuasa” dan “harus tunduk saja”.
3.    Penolakan (rejected child).
4.    Menentukan norma-norma etika dan moral yang terlalu tinggi.
5.    Disiplin yang terlalu keras.
6.    Disiplin yang tidak teratur atau yang bertentangan.
7.    Perselisihan antara ayah-ibu.
8.    Perceraian.
9.    Persaingan yang kurang sehat diantara para saudaranya.
10. Nilai-nilai yang buruk (yang tidak bermoral).
11.  Perfeksionisme dan ambisi (cita-cita yang terlalu tinggi bagi si anak).
12. Ayah dan atau ibu mengalami gangguan jiwa (psikotik atau non-psikotik).



Sumber:
Zarina, Akbar. 2012. Slide Faktor-Faktor Penyebab Gangguan Jiwa. Jakarta. Universitas Negeri Jakarta.

Faktor-Faktor Penyebab Gangguan Jiwa

 
1.  FAKTOR SOMATOGENIK (FISIK BIOLOGIS)
·         Nerokimia.
Misalnya :gangguan pada kromosom no 21 menyebabkan munculnya gangguan perkembangan Sindrom Down.
·         Nerofisiologi.
·         Neroanatomi.
·         Tingkat kematangan dan perkembangan organik.
·         Faktor-faktor prenatal dan perinatal.

2.  FAKTOR PSIKOGENIK (PSIKOLOGIS)
·         Interaksi ibu-anak.
Interaksi ini merupakan kebutuhan yang mendasar untuk setiap anak. Banyak kasus abnormal yang terjadi karena pada masa lampaunya terdapat hubungan yang kurang baik antara anak dengan ibunya.
·         Interaksi ayah-anak.
Yang dimaksud disini adalah keberfungsian seorang ayah yang mempengaruhi perilaku anaknya (khususnya anak laki-laki).
·         Sibling rivalry.
Hubungan yang terjadi diantara kakak dan adik. Hal yang dapat memicu misalnya persaingan dalam prestasi, sang kakak yang lebih disanjung daripada adiknya atau sebaliknya yang dapat menyebabkan kecemburuan dan perasaan tertekan pada salah satunya.
·         Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan, dan masyarakat.
Contohnya seperti anak korban bullying di lingkungan sekolah atau sepemainannya. Tekanan dan tuntutan dalam pekerjaan dan sebagainya.
·         Kehilangan “Lossing of love object”.
Hal ini yang biasanya menjadi pencetus terjadinya perilaku abnormal.
·         Konsep dini .
          Pengertian identitas diri VS peranan yang tidak menentu
·         Tingkat perkembangan emosi.
·         Pola adaptasi dan pembelaan sebagai reaksi terhadap bahaya.
          Mekanisme pertahanan diri yang tidak efektif.
·  Ketidakmatangan atau terjadinya fiksasi atau regresi pada tahap perkembangannya.
·         Traumatic Event.
·         Distorsi Kognitif.
·         POLA ASUH PATOGENIK.
           Yang merupakan sumber gangguan penyesuaian diri pada anak.

3.  FAKTOR SOSIOGENIK (SOSIAL-BUDAYA)
·         Tingkat ekonomi.
·         Lingkungan tempat tinggal.
         Perkotaan VS pedesaan.
·         Masalah kelompok minoritas.
Yang meliputi prasangka, fasilitas kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan yang tidak memadai.
·         Pengaruh rasial dan keagamaan.
·         Nilai-nilai.



Sumber:
Zarina, Akbar. 2012. Slide Faktor-Faktor Penyebab Gangguan Jiwa. Jakarta. Universitas Negeri Jakarta.

Kriteria Tingkah Laku Abnormal

Kriteria Tingkah Laku Abnormal


1. Aspek Biologis. 
-Ketidakseimbangan zat-zat biokemis di dalam sistem syaraf. Zat Biokemis itu yg menyebabkan lancarnya proses sinapsis. Ada tidak adanya zat biokemis ini yang menyebabkan munculnya Gangguan Abnormalitas.
- Adanya Simtom jasmani yang mencakup : tidur, nafsu makan, dan tingkat energy.
- Gangguan dalam struktur dan fungsi di bagian-bagian otak.

2. Aspek Psikologis.
- Adanya pengalaman pengindraan dan persepsi yang tidak normal (misalnya pengalaman traumatis).
- Adanya penyimpangan dalam proses kognitif / distorsi kognitif.
- Emosi yang terganggu.
- Distres / kesedihan yang mendalam.
- Tingkahlaku maladaptif /malsuai.

3. Aspek Sosiokultural
Pelanggaran norma sosial, menyakiti / mengganggu orang lain.



Sumber:
Akbar, Zarina. 2012. Slide Pendekatan Historis Abnormal. Jakarta. Universitas Negeri Jakarta.










March 4, 2012

PANIC DISORDER AND GENERALIZED ANXIETY DISORDER

Case history
Ms X adalah seorang wanita 37 tahun yang telah menikah dan memiliki dua anak, usia 15 dan 10 tahun. Dia teridentifikasi mengalami kepanikan yang parah semenjak dirinya mengalami keguguran lima tahun yang lalu. Dia takut akan mengalami serangan jantung atau bahkan dia takut meninggal pada saat panik tersebut. Dia tidak membatasi kegiatannya karena kepanikan ini, namun dia menghindari kegiatan yang dapat merangsang peningkatan denyut jantung seperti latihan fisik, dan dia tidak melakukan pengalihan untuk mengatasinya. Kekhawatiran lain di luar kepanikan dipusatkan pada masa depan anak-anaknya, kesehatannya, penuaan, dalam menyelesaikan kegiatan rumah tangga, kinerja dalam kursus yang sedang berlangsung, dan ketika berinteraksi dengan anak-anaknya di depan orang lain. Ms X membantah adanya riwayat penyalahgunaan zat, masalah kesehatan fisik (kecuali penyakit asma dan hipoglikemia, yang dapat dikendalikan dengan pengobatan), atau masalah kejiwaan lain. Pada saat pengobatan, Ms X teridentifikasi kekhawatiran dalam berbagai domain dalam hal gejala-gejala fisik, seperti ketidakmampuan untuk bersantai, gangguan tidur (insomnia dan sering terbangun pada malam hari), lekas marah, dan tekanan dalam pernikahan dan dalam hubungannya dengan anak-anaknya. Pengobatan sebelumnya untuk kecemasan terdiri dari tiga sesi CBT sekitar 1 tahun yang lalu, yang dilaporkan menghasilkan beberapa manfaat yang minimal, salah satunya dengan membaca buku dapat untuk mengurangi kecemasan. Dalam pengobatan Ms X diobati dengan Clonazepam, yang diambil dua kali sehari, dengan beberapa tambahan yang digunakan untuk mengendalikan gejala kecemasan akut. Dia mempunyai riwayat 5 tahun percobaan berbagai pengobatan anxiolytic dengan efek yang umum.
Setelah dilakukan assesment berupa wawancara diagnostik terstruktur, Ms X memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan panik tanpa agoraphobia dan gangguan kecemasan umum. Ms X berada pada skala 80, jika direntangkan dalam skala 1 (sama sekali tidak takut) sampai 100 (sangat merasa takut). Kepanikan dan rasa takut ini melemahkan Ms X. Ms X mengungkapkan kekhawatiran terus-menerus dipicu oleh peristiwa sehari-hari, termasuk ketidakpatuhan anak-anaknya dan suami dalam pelaksanaan tugas-tugas rumah tangga, kegagalan untuk menyelesaikan pekerjaannya, mengurus sekolah anak-anaknya dan Ms X sempat merasakan kecemasan yang berlebihan pada saat akan wawancara kerja. Ms X menyadari bahwa masalahnya ini menggangu dalam hubungan dengan keluarganya namun subjek tidak mengurangi perilaku ini karena takut kehilangan kontrol sepenuhnya dari keluarganya, sehingga Ms X justru mengintensifkan perilaku ini. Terlepas dari pemenuhan umum yang berlaku dirinya dengan pekerjaan rumah, Ms X gagal mengungkapkan atau menunjukkan penurunan yang signifikan dalam kekhawatiran umum. 
Didalam proses terapinya Ms X cenderung lebih argumentativeness, sering menggunakan kata-kaya ya, tapi, tidak bisa. Ms X mengakui sudah berusaha untuk mengatakan hal-hal positif namun tidak dapat menemukan hal yang membantu. Ms X berpikir bahwa pengobatan tidak akan berhasil untuk dirinya. Saat konsultasi pun Ms X merasa tegang dan argumentatif bersama konselornya.

Case Analysis
Berdasarkan kasus diatas jika dianalisis berdasarkan ciri abnormalnya adalah:
1.      Disfungsi Psikologis
-          Aspek kognitif
Pikiran X terhadap rasa kepanikan dan kecemasannya ini membuat pikiran X melemahkan dirinya, X menjadi takut melakukan kegiatan karena dia berpikir takut mengalami serangan jantung atau bahkan mengalami kematian jika periode kepanikannya sedang berlangsung. Dan subjek berpikir bahwa pengobatan pun tidak akan bisa menyembuhkan dirinya.
-          Aspek afektif
Kepanikan dan kecemasan yang dialami X membuat hubungan X dengan keluarganya tidak berjalan baik, X merasa tidak mampu menjalankan perannya secara baik didalam keluarga.
-          Aspek psikomotorik
Karena kepanikannya dan perasaan cemas yang dirasakan oleh X, X menjadi membatasi dirinya dalam kegiatan yang berhubungan dengan latihan fisik dan yang berhubungan dengan pacuan jantung.

2.      Distres
-          Fisik
Subjek menghindari aktifitas yang melibatkan fisik selain itu subjek sering kali mengalami sulit untuk istirahat dan bersantai, mengalami gangguan tidur berupa insomnia dan sering terbangun ditengah malam.
-          Psikologis
X merasa tidak mampu menjalankan perannya dengan baik didalam rumah tangga, hubungan dirinya dengan keluarganya pun dirasa terganggu karena masalahnya ini. X merasa selalu tidak mampu untuk merubah dirinya, walaupun dia sudah selalu berusaha namun itu tidak membantu dirinya. X sempat tidak mau merubah perilakunya ini karena takut kehilangan perhatian sepenuhnya dari keluarganya.

3.      Respon Atipikal
Respon yang datang dari keluarganya, berupa tekanan dalam hubungan rumah tangga X dan juga hubungan dengan anak-anak X yang terlihat menjadi kurang baik karena perilaku X yang kurang bisa mengontrol dirinya sendiri.

Demikian yang bisa saya sampaikan kali ini. semoga bermanfaat :))

Referensi
Westra, Phoenix. Motivational Enhancement Therapy in Two Cases of Anxiety Disorder New Responses to Treatment Refractoriness. London Health Sciences Centre, London, Ontario.